Kamis, 16 April 2009

Mahasiswi UMM Selamat setelah Pilih Tak Mau Naik ''Taruna Maut''

[ Jum'at, 17 April 2009 ]
Mahasiswi UMM Selamat setelah Pilih Tak Mau Naik ''Taruna Maut''
Disangka Mati, Saat Datang Temannya Histeris

Kecelakaan maut yang merenggut 9 korban jiwa mahasiswa menyisakan duka mendalam bagi keluarga dan teman yang ditinggalkan. Salah satunya adalah Retno S., teman satu kos para korban. Retno lolos dari maut karena tidak menumpang mobil Daihatsu Taruna. Padahal saat berangkat, Retno ikut satu rombongan di mobil itu.

Mardi Sampurno

----------------------------------------------

Jerit tangis seketika pecah saat Enok, sapaan akrab Retno, menyaksikan jenazah teman-temannya terbujur kaku di ruang penitipan jenazah Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang sekitar pukul 10.30 kemarin. Di antara puluhan mahasiswa yang datang, suara tangisnya Enok terdengar paling keras. Bahkan mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini sempat meraung-raung.

Perhatian puluhan orang yang memenuhi halaman kamar jenazah pun mengarahkan mata ke remaja 24 tahun ini. Melihat itu, dr Wisnu Wahyuni SpKj, pegawai Ruang Jiwa RSSA Malang, bergegas merangkul Enok. Wisnu mencoba menenangkannya sekuat tenaga. ''Tenang.. tenang, coba minumkan air,'' ucap dr Wisnu minta air pada orang di sekitar Enok.

Duduk di bangku putih ruang tunggu kamar jenazah, Enok tidak kunjung mengakhiri histerianya. Empat temannya yang berusia sebaya, berpakaian seksi, dan sebagian berambut pirang bergegas mendekatinya. Salah satunya menyodorkan segelas air mineral. ''Sabar...ya, kejadian ini pasti ada maknanya,'' hibur teman-temannya.

Mendadak Enok beranjak dari tempat duduknya dan berteriak; ''Semua teman-temanku mati! Aku ndak punya teman lagi sekarang,'' teriak Enok.

Bergegas Wisnu meraih pundaknya dan membisikkan kata-kata ke telinga Enok agar tenang. Setelah tenang, Radar mencoba mendekatinya. Cukup sulit mengorek keterangan dari Enok. Namun beberapa patah kata keluar dari mulutnya soal kecelakaan maut yang menewaskan kesembilan teman-temannya.

Kecelakaan itu bermula ketika dia bersama belasan temannya berencana mencari makan malam di kawasan wisata Payung, Kota Batu. Rombongan berangkat sekitar pukul 21.30 mengendarai dua unit mobil. Mobil taruna dan satu sedan warna merah. Ada juga empat motor yang ikut.

Saat berangkat untuk makan malam itu, cewek berambut sebahu dan berkaca mata minus ini menumpang mobil Taruna. Selama perjalanan, perasaan Enok waswas karena mobil melaju cukup kencang. Berulang kali ia menasihati Anang, sopir Taruna, agar hati-hati. Namun permintaan Enok tidak juga digubris. Meski sempat merespons nasihat Enok, tapi Anang kembali mengulangi perbuatannya. Mempercepat laju Taruna maut itu.

Penuturan Enok berhenti sejenak. Untuk merunut kronologi berikutnya, cewek ini agak ragu. Dia seakan bingung untuk berujar dan menjelaskan soal kecelakaan maut tersebut. ''Rasanya, teman-teman saya itu masih ada dan baru saja guyonan dengan aku,'' ucap Enok setelah lima menitan menunduk.

Untuk memberikan kesempatan dia menenangkan hatinya, Radar minta wawancara dilanjutkan via telepon. Enok pun menyetujuinya.

Dihubungi seusai mandi, Enok menuturkan begitu tiba di Batu, mereka langsung makan-makan di Wisata Payung. Di sejumlah warung yang berdiri di pinggir jalan berkelak-kelok itu mereka menghabiskan waktu sekitar dua jam lamanya. Selanjutnya mereka langsung pulang. Ketika pulang itulah, perasaan Enok tidak enak.

Dia enggan ketika diajak teman-temannya naik mobil yang dikemudikan Anang. ''Saya pilih naik motor boncengan dengan teman saya. Perasaan saya tidak enak,'' ujar Enok.

Saat pulang, mereka meninggalkan payung bersama-sama. Urutan pertama Taruna, kemudian mobil sedan merah yang ditumpangi empat orang, dan sisanya mengendarai motor. Dalam perjalanan, Enok bersama temannya yang mengemudikan motor mengambil jalan berbeda dengan Taruna.

''Pada lampu merah pertama dari arah payung ke Batu, saya mengambil jalan belok ke kanan. Sedang mobil mengambil jalan lurus (lewat Jl Raya Panglima Sudirman, Red),'' katanya.

Begitu tiba di kos, Enok kaget karena teman-temannya yang naik Taruna belum tiba. Padahal laju kendaraan mereka lebih cepat. Karena jam sudah larut pagi, sekitar 02.00, Enok langsung tidur.

Enok baru tahu teman-temannya mengalami kecelakaan dan meninggal sekitar pukul 11.00 setelah diberitahu temannya. Informasi awal yang ia terima, temannya mengalami kecelakaan dan sekarang masih dirawat di RSSA Malang.

Bergegas dia dan beberapa teman kosnya pergi ke RSSA Malang. Saat tiba dia IRD, Enok ditemui petugas dan mengarahkan mereka ke kamar jenazah. Dalam perjalanan ke kamar jenazah itu, Enok dan teman-temannya bertemu dengan dr Wisnu (dokter di Ruang Jiwa RSSA) dan dipandu ke kamar jenazah untuk melihat teman mereka.

Begitu tiba di kamar jenazah, Enok kaget melihat banyak orang berkerumun. Rata-rata orang tersebut berusia sebaya dengannya. Begitu tahu teman-temannya sudah membujur kaku di ruang penitipan jenazah, seketika tangisian Enok pecah. Ia menjerit-jerit histeris.

Kedatangan Enok ke RS juga sempat membuat kaget dan histeris sebagian teman-temannya yang saat itu datang ke kamar jenazah. Karena data yang diberitahukan, satu korban yang meninggal adalah Enok. Namun belakangan diketahui itu salah. ''Benar saya sempat dikabarkan mati, karena kabarnya saya ikut serta dalam mobil,'' katanya.

Soal tujuan acara makan malam mereka diselingi dengan menyewa vila di Songgoriti Kota Batu, Enok enggan berkomentar. ''Maaf saya tidak bisa menjelaskan soal itu (menyewa vila),'' elaknya dengan nada suara berat dan suara tangisnya terdengar.

Sebelum mengakhiri pembicaraan, sambil sesenggukan Enok merasa bersyukur karena Allah memberinya kesempatan untuk hidup lebih lama ketimbang teman-temannya yang terlibat dalam kecelakaan maut tersebut.

Enok dan para korban tewas adalah teman sepermainan. Meski berbeda almamater dan latar belakang pendidikan, tapi mereka kerap nongkrong bareng. Pada hari tertentu, mereka berkumpul bersama untuk melepas kepenatan. Dari rombongan yang ikut tidak semuanya sepasang kekasih. Namun ada juga yang teman sepermainan.

Latar belakang orang tua mereka juga berbeda-beda. Misalnya Nia Ifadah, 23, warga Sidoarjo ini ayahnya adalah seorang hakim di Pengadilan Agama Blitar. Sedang Anang Kasin (pengemudi sekaligus pemilik Taruna) adalah anak seorang pengusaha konveksi asal Blitar yang sukses membuka usaha di Pulau Bali. (*/war)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar