Kamis, 16 April 2009

Hiburan Sarat Nilai Budaya Universal

Hiburan Sarat Nilai Budaya Universal
Wednesday, 15 April 2009
ANAK-ANAKmasa kini,terutama yang tinggal di perkotaan,umumnya dibanjiri aneka tayangan hiburan dan kartun asing.Menurut psikolog dari Yayasan Kita dan Buah Hati, Rahmi Dahnan Psi, anak-anak dikenalkan dengan tokoh kartun berfigur binatang misalnya, itu sah-sah saja.


Sebab, anak-anak,khususnya usia kurang dari 6 tahun, dalam berpikir biasanya memerlukan animasi atau gambaran konkret. ”Yang patut diperhatikan sebetulnya adalah bahwasanya tidak semua kartun itu sesuai untuk semua umur.Banyak tayangan kartun yang di luar negeri sebetulnya diperuntukkan remaja, di Indonesia malah ditonton anakanak. Ini menunjukkan kekurangpahaman akan dampak negatifnya,” papar wanita yang juga mengajar di Bina Insan Mulia Jakarta.

Kendati terdapat sisi negatif, sebagai bagian dari budaya tayangan kartun tentunya memiliki nilai-nilai universal yang tentunya sama bagi semua anak di negara mana pun. ”Misalnya cara belajar berhitung,menyanyi,dan persahabatan,” sebut Rahmi. Hal senada dikemukakan tokoh cendekiawan muslim,Quraish Shihab. Saat ini, tayangan kartun anak dalam negeri memang didominasi kartun impor.Mungkin saja terdapat perbedaan nilai-nilai budaya dalam kandungan ceritanya.

Namun,Quraish mengatakan, pasti terdapat nilai-nilai yang berlaku universal sehingga bisa diterima di mana-mana. Sementara nilai lokal boleh jadi berbedabeda antara satu negara dan negara lainnya. Misalnya nilai gotong-royong yang sangat luar biasa ditekankan dalam masyarakat Indonesia. ”Kalaulah terjadi perbedaan budaya, maka itu bisa diterima dalam arti kita persilakan ia memperagakan budayanya, tapi pada saat yang sama kita juga mempertahankan budaya lokal.

Di sinilah peran orangtua untuk membimbing,” sebut mantan menteri agama itu. Terkait aspek fantasi dalam kartun anak,Quraish menganggap hal itu tidak masalah. ”Dalam budaya kita juga ada cerita Malin Kundang. Itu cerita yang sebenarnya tidak ada,tapi di dalamnya terdapat nilai bagaimana menghormati orangtua,”sebut dia. Sementara itu, pembina asrama putri dari Panti Asuhan Islamic Village Karawaci Tangerang,Yayah, berpesan agar orangtua selektif memilih tayangan bagi buah hatinya.

Biarpun judulnya film kartun, tapi kalau tidak selektif memilih, di situ juga kerap dibumbui percintaan dan kekerasan. ”Arahkan anak untuk tidak meniru adegan yang buruk dan tidak mendidik. Jangan tonton kartun dengan cerita untuk dewasa, apalagi yang membuat anak ketakutan.Terkadang, gara-gara nonton film hantu, mereka jadi penakut,”sebutnya.(inda s)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar