Kamis, 16 April 2009

Cawapres SBY Diusulkan Bukan Ketua Umum Partai

Cawapres SBY Diusulkan Bukan Ketua Umum Partai
Thursday, 16 April 2009
JAKARTA(SI) – Tim sembilan Partai Demokrat meminta agar pendamping calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Pemilu Presiden 2009 bukan ketua umum partai.

Tim sembilan ini tim yang dibentuk Demokrat untuk memenangkan SBY dalam pemilu presiden mendatang,menyusun koalisi di pemerintahan dan parlemen serta melakukan seleksi untuk memilih cawapres.Tim bertugas menggalang kekuatan politik melalui lobi dan mengajukan kesepakatan dengan partai-partai politik.

Diketuai oleh Ketua Umum DPP Partai Demokrat Hadi Utomo, tim beranggotakan Ruhut Sitompul, Marzuki Alie,Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, Syarief Hasan,Hayono Isman, Jero Wacik, dan Yahya Sacawiria. Mereka sudah intens melakukan komunikasi politik dengan partai lain.

Mengenai kriteria calon pendamping SBY itu disampaikan oleh Ruhut Sitompul, anggota tim sembilan.“ Cawapres SBY nanti haruslah bukan ketua umum partai. Kriteria itu diajukan agar ketika terpilih,wakil presiden bisa fokus dan konsentrasi untuk bekerja,” urai Ruhut di Jakarta,kemarin. Sampai saat ini tim sembilan sudah menjaring lima tokoh sebagai calon pendamping SBY.

Ruhut masih belum bersedia menyebutkan nama mereka. Para kandidat wapres ini nanti akan dibahas dan diciutkan jumlahnya oleh tim sembilan hingga tinggal tersisa dua sampai tiga nama. Sejumlah nama telah muncul ke publik sebagai cawapres SBY. Ada Jusuf Kalla,Akbar Tandjung, juga Agung Laksono.

Kemudian ada Hidayat Nur Wahid,Muhaimin Iskandar. Belakangan muncul nama Sri Mulyani Indrawati. Nama-nama yang telah ditetapkan tim sembilan ini kemudian akan disodorkan ke SBY. Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itulah yang akan memutuskan siapa yang bakal jadi pendampingnya.

Ketika sudah dipastikan, tim sembilan akan melamar cawapres yang diinginkan. Ruhut berharap SBY sudah memutuskan siapa pendampingnya sebelum rapat pimpinan nasional (rapimnas) Partai Demokrat pada 25-26 April mendatang.“Jadi,ketika rapimnas nanti, kita sudah tinggal mengumumkan saja,” tutur Ruhut yang juga Ketua Departemen Pendidikan dan Pembinaan Politik DPP Partai Demokrat.

Meski tokoh partainya banyak disebut sebagai cawapres SBY, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar (PG) Rully Chairul Azwar mengatakan partainya masih belum memutuskan langkah politik setelah pemilu legislatif ini. Suara di Golkar terpecah menjadi dua kelompok besar.

Satu menginginkan mengajukan calon presiden sendiri, satu lagi kembali mengajukan wakil presiden dengan beberapa kelompok pendukung masing-masing cawapres. “Langkah Golkar baru akan jelas setelah rapimnas khusus pada 23 April mendatang,”kata Rully. Mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar Akbar Tandjung menilai koalisi Partai Demokrat dan Golkar sangat ideal dan strategis.

“Jika melihat hasil perolehan sementara pemilu legislatif, koalisi yang paling ideal adalah Demokrat-Golkar. Jika terealisasi, koalisi ini bisa menciptakan pemerintahan dan legislatif yang kuat,” tutur Akbar Tandjung seusai bersilaturahmi dengan KH Maktum Hanan, pemimpin Pondok Pesantren Babakan, Ciwaringin, Kabupaten Cirebon kemarin. Jika dijumlahkan, persentase hasil pemilihan legislatif kedua partai bisa mencapai sekitar 36%. Belum lagi ditambah dukungan persentase partai lain yang turut berkoalisi.

Cawapres Nonparpol

Dalam sebuah diskusi di Jakarta, pengamat politik LIPI Lili Romli menyatakan, Partai Demokrat bisa mengambil cawapres bagi SBY dari tokoh nonparpol. Hal ini dinilai bisa menjadi jalan tengah koalisi yang akan dibangun SBY.

Cawapres nonparpol juga bisa menengahi keinginan masingmasing parpol peserta koalisi yang ingin menjadi cawapres. “Kalau partai peserta tidak mau cawapres dari salah satu parpol ya bisa diambil dari kalangan independen atau nonparpol,”kata Lili kemarin. Saat ini koalisi SBY terkendala figur cawapres.

Golkar dan PKS sama-sama ingin mengisi posisi tersebut. Bahkan PKS sudah mengemukakan ancaman keluar dari koalisi Partai Demokrat jika SBY kembali menggandeng Jusuf Kala sebagai calon wakil presiden.

Sebaliknya, Golkar juga tidak bisa diabaikan begitu saja oleh SBY.Demokrat membutuhkan Golkar untuk mempertahankan warna nasionalis dalam koalisi.“Golkar masih punya truf. Kalau tidak ada Golkar, SBY bisa terkesan dikelilingi partai bernuansa Islam dan dia bisa kehilangan simpati dari kalangan nasionalis dalam pilpres,”tuturnya.

Hidayat dan Akbar

Sementara itu, Hidayat Nur Wahid dan Akbar Tandjung mengungguli popularitas Jusuf Kalla sebagai cawapres pendamping SBY pada Pemilu Presiden 2009. Hal ini berdasarkan exit polls Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) yang dilakukan setelah pemilih memberikan suara mereka pada 9 April lalu.

Wawancara dilakukan terhadap 8.000 responden dari 2.000 tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia. Hasilnya menyebutkan, figur yang paling tepat menggantikan Kalla jika SBY-Kalla pecah kongsi adalah Hidayat dengan persentase 27,4% dukungan,Akbar Tandjung 15,2%,Agung Laksono 5,7%, dan yang menjawab tidak tahu 38,2%.

Direktur LP3ES Suhardi Suryadi menjelaskan, dukungan terhadap SBY-Hidayat mendapat dukungan tertinggi dari konstituen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebesar 51,5%, disusul pemilih Partai Demokrat 39,4%, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 26,1%,dan Partai Amanat Nasional (PAN) 22,3%.

“Bahkan 14,4% pendukung Partai Golkar lebih memilih pasangan SBY-Hidayat daripada SBY-Kalla,”ujar Suhardi dalam siaran pers hasil exit poll, “Prediksi Peluang Bursa Calon Presiden 2009”, di Kantor LP3ES, Jakarta,kemarin. Jika dipasangkan, SBY-Hidayat didukung 20,8% responden, SBY-Kalla 16,3%, dan SBY-Akbar 5,4%.

Pengamat politik Centre for Responsive Politics (CRP) Bara Hasibuan menambahkan, SBY tetap membutuhkan Golkar untuk menopang kekuatan mereka di parlemen.“Demokrat akan sangat kuat jika bisa menarik dukungan dari Golkar dan PKS,”katanya. (helmi firdaus/tantan shulton/maya sofia/ dian widiyanarko/rd kandi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar